Alenia
kedua berbunyi: Bahwa Setia Hati sadar dan mengakui hakiki hayati itu dan
akan mengajak serta para warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati nurani
di mana SANG MUTIARA HIDUP bertahta.
Seperti
alenia pertama, pada alenia kedua priambul Setia Hati ini, jika dicermati juga
bisa dirinci menjadi beberapa pokok perenungan dan penafsiran.
Pertama:
Bahwa Setia Hati sadar dan mengakui hakiki hayati itu.Kedua: (dan
akan) mengajak serta para warganya menyingkap tabir/tirai selubung hati
nurani. Ketiga: (di mana) SANG MUTIARA HIDUP bertahta.
Dari
alenia kedua ini, terkandung menafsiran, setelah memberikan kesadaran kepada
warganya tentang hakikat hidup manusia (Bahwa Setia Hati sadar dan mengakui
hakiki itu), Setia Hati mengajak agar kesadaran itu terus ditanamkan dalam
jiwa. Tujuannya, supaya tirai atau selubung hati, atau hijab yang menghalangi
kesadaran kita bisa tersingkap dan terbuka. Syaratnya, seperti yang telah
dikupas di atas, segala noda dan kotoran yang menempel di hati yang
timbul karena pengaruh nafsu, selalu dibersihkan, hingga hati kita tetap dalam
keadaan besih (dan akan) mengajak serta para warganya menyingkap tabir/tirai
selubung hati nurani).
Bahwa
ilmu Setia Hati itu, merupakan sebuah ilmu yang ditularkan dan diyakini secara
pribadi, person. Konteknya, adalah hati, rasa. Sebab, apa yang hendak
ditularkan ini adalah sebuah ilmu ghaib, yang hanya bisa diterima oleh rasa,
hati, sanubari atau juga nurani.
Jika
kontek ini diarahkan pada lambang SH Terate, maka sesungguhnya bukan hatinya
yang bersinar. Tapi hati yang suci, bersih, tak ternoda itulah yang mampu
memantulkan sinar kasih. Sinar timbal balik
Yakni,
bias sinar yang bisa melihat segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan jelas.
Baik yang tersirat maupun yang tersurat. Seperti bisa membedakan mana yang
benar dan salah. Atau kata yang lebih ringkas adalah menerima kesadaran. Jika
sudah pada tingkat itu, kita bisa menyebut, orang bisa menemukan kesadaran
tersebut adalah orang yang mendapatkan hidayah. Atau orang yang mendapatkan
pencerahan.
Mencapai
itu semua, SH Terate, memberi pelajaran di tingkat pertama adalah melalui
pencak silat. Atau berlatih pencak silat. Kenapa harus berlatih pencak
silat?
SH
Terate dalam konteks menyingkap selubung hati, meletakkan dasar pelajaran pada
tingkat pertama adalah pencak silat. Sebelum membangun jiwa anggota, SH Terate
lebih dulu mempersiapkan phisik anggota (wadhah-bhs Jawa) yang akan ditempati
ilmu Setia Hati (SH).
Konsep
dasar yang dipilih SH Terate untuk mempersiapkan (membangun) phisik atau raga
anggota adalah dengan pencak silat. Kenapa yang dipilih pencak silat?
Pertama,
karena pencak silat merupakan olahraga bela diri asli Melayu. Seni bela diri
yang berakar pada budaya Nusantara. Yakni, seni beladiri warisan leluhur, yang
di dalamnya mengandung empat aspek sesuai dengan proses pembentukan karakter
atau jiwa anggota SH Terate.
Dari
sini, bisa dicermati, terdapat tujuan ganda yang ingin dicapai SH Terate.
Yakni, mempersiapkan phisik anggota agar kokoh atau kuat (tangguh, tanggen,
trengginas – bhs Jawa) untuk menerima tataran ilmu yang lebih tinggi lagi
berupa ilmu SH. Tujuan lain, andil dalam melestarikan (nguri-uri) budaya
warisan leluhur yang disebut-sebut sebagai warisan budaya adhiluhung.
Kedua,
empat aspek yang terkandung pada pelajaran bela diri pencak silat dipandang
sesuai dengan dasar-dasar ajaran SH Terate. Keempat aspek yang terkandung di
dalam seni olah raga pencak silat itu, adalah :
1.
Aspek Mental Spiritual (Kerokhanian): Konsep pendidikan atau
latihan Pencak Silat, pada dasarnya terdiri dari dua unsur. Unsur pendidikan
jasmani dan rokhani (bhs Jawa: tata lahir dan tata batin) .
Artinya, dalam melatih (bhs Jawa: nggulowentah, ndadar) siswa
untuk menjadi pendekar pilih tanding, pelatih atau guru pencak
silat tidak hanya mengajarkan gerakan phisik (tata lahir), seperti
senam, jurus, pasangan dan permainan senjata. Tapi, juga membangun
jiwanya (tata batin).
Langkah
ini biasanya dilakukan sesuai dengan wawasan keilmuan sang guru. Para pendekar
dan maha guru pencak silat, baik zaman silam, maupun di era global sekarang
ini, menerapkan proses pembelajaran pencak silat dalam dua dimensi. Pertama
dimensi lahiriyah, yang diwujudkan dengan latihan senam, jurus, pasangan dan
permainan senjata. Kedua, dimensi batiniyah, diwujudkan dalam laku spiritual (tapa
brata).
Dengan
memformat konsep pembelajaran dalam dua dimensi ini, pelaku dunia pencak silat
berharap proses keluaran (entry point) atau hasil dari pendidikan yang
dilakukan, bisa optimal. Karena seorang guru dari peguruan atau padepokan
pencak silat mana pun, berharap banyak, pendekar yang dilahirkan dari
padepokannya adalah pendekar tangguh, tanggen dan trengginas. Sosok
pendekar pilih tanding yang mempu mengibarkan panji-panji perguruan di
mana dia berlatih.
Kajian
aspek mental spiritual dalam ajaran pencak silat ini mengandung makna, bahwa
membangun jiwa atau meletakkan dasar spiritual pada diri siswa merupakan bagian
tak terpisahkan dalam proses pembentukan seorangpendekar pilih tanding. Bahkan,
dalam praktiknya, pelajaran spiritual (sering disebut sebagai pelajaran
kerokhanian atau kebatinan) ini ditempatkan pada posisi paling strategis,
sebagai dasar pembentukan jatidiri siswa. Tujuannya, agar ilmu beladiri yang
diajarkan dan dikuasai siswa, nantinya dipergunakan untuk tujuan yang baik dan
bermanfaat bagi kehidupan. Bukan dipergunakan untuk tujuan kejahatan.
Sebab,
pencak silat itu sendiri mengandung dimensi pertahanan (beladiri) dan dimensi
serangan. Malah, pada tataran lebih tinggi lagi, dimensi serangan dalam jurus
pencak silat mengandung daya perusak cukup dahsyat.
Filosofi
yang sering dikedepankan dalam konteks ini adalah: Sebilah pedang di tangan
seorang pendekar bijak akan jadi pelindung dan penjaga perdamaian. Sebaliknya,
pedang di tangan seorang pendekar jahat akan jadi sumber malapetaka.
Pencak
Silat menyembunyikan empat aspek pembentukan jati diri. Pertama aspek mental
spiritual (kerokhanian), kedua aspek seni budaya, ketiga beladiri, keempat
aspek olah raga. Pada tulisan lalu, Redaksi telah turunkan paparan tentang
aspek mental spiritual dalam Pencak Silat dan alasan SH Terate menjadikan
Pencak Silat sebagai wahana tali silarurahmi.
Setelah
aspek kerokhanian yang ditempatkan pada tataran teratas, aspek kedua yang dikandung
pelajaran pencak silat adalah Seni Budaya.
2).
Aspek Seni Budaya: Aspek kedua yang dikandung dalam pelajaran Pencak
Silat adalah seni dan budaya.
Makna
seni (art), cukup banyak dan beragam. Tapi yang lebih dekat dalam konteks
Pencak Silat adalah ekspresi dari budi dan akal yang maujud dalam olah gerak
yang indah dan memancing inspirasi serta membahagiakan jiwa.
Seni
bersifat indah. Pendekatan kata yang lebih selaras lagi adalah lembut dan
halus. Misalnya, seni rupa, mengandalkan unsur keindahan tata letak, kelembutan
dan kehalusan tata warna. Seni musik, merupakan paduan nada hingga membentuk
irama yang indah dan ritmis. Seni tari, megendalkan kelembutan dan keindahan
gerak.
Berbeda
seni tari yang mengandalkan kelembutan gerak, dalam pencak silat unsur seni
diaplikasikan ke dalam dimensi gerakan tangkas, cepat, rampak, reflek dan
berisi. Dan, kesemuanya itu terangkum di dalam nuansa keindahan, kehalusan dan
kelembutan.
Format
akhir yang hendak dicapai dari aspek seni dalam pencak silat ini adalah, selain
pencak silat membentuk pendekar yang kuat dan digdaya, dalam jiwanya
tersembunyi nilai-nilai keindahan yang diwujudkan ke dalam kelembutan dan
kehalusan akal budi.
Sementara
hakikat budaya yang dikandung dalam pencak silat mengandung arti
dengan kelembutan cita rasa, lahir sebuah cipta, karya, karsa yang maujud dalam
jurus-jurus pencak silat, sebagai sarana untuk membentuk kepribadian
tangguh yang terpoles di dalam kelembutan budi, sekaligus lembut dalam
ketangguhan ragawi.
Merujuk
ke makna itulah, kenapa SH Terate memilih olah raga Pencak Silat sebagai wahana
silaturahmi dan dasar pembentukan raga (tata lahir) warga dan anggotanya.
Muaranya yang ingin dicapai, SH Terate tidak sekadar membengkali warga dan
anggotanya dengan kekuatan pisik. Akan tetapi di dalam pisik yang kuat itu
tersembunyi kelembutan dan keluhuran budi.
Pencak
silat dalam sejarahnya, terbagi ke dalam beberapa aliran. Misalnya Pencak
Betawen, Cimande, Cikalong, Mingkabau dan Setia Hati.
Aliran
pencak yang dianut SH Terate adalah Setia Hati. Sedangkan pencaknya dikenal
dengan nama Joyo Gendilo Cipto Mulyo. Aliran pencak ini diciptakan oleh Ki
Ageng Soerjo Diwirjo. Dalam perkembangannya, aliran pencak ini disempurnakan
oleh murid beliau, yakni Ki Hadjar Hardjo Oetomo (pendiri SH Terate).
Tulisan ini bersumber dari hasil wawancara Andi
Casiyem Sudin, Pimred LAWU POS, dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, H.
Tarmadji Budi Harsono,SE.